Setiap manusia memiliki masalahnya masing-masing walaupun misalnya sama tapi memiliki karakteristik yang berbeda. Selama ini saya terkenal sebagai seorang yang periang, tidak pernah terlihat ada masalah, mudah bergaul dan cepat beradaptasi dengan lingkungan dimana saja (kecuali makanan karena saya tidak suka makanan pedas) dan hampir semua orang senang bergaul dengan saya karena katanya segala masalah dia hilang kalo ketemu saya (agak sedikit berlebihan seh ... tapi itulah teman saya). Banyak teman yang minta pendapat pada saya soal apa saja ... mulai dari soal studi, keluarga, hubungan dengan teman, bahkan masalah pacar ... dan mereka begitu mudah berbicara dengan saya walaupun saya tau dia tuh orangnya tertutup pada yang lain.
Studi saya tergolong biasa saja .... saya berprinsip segala sesuatu itu ada masanya makanya dikala saya tidak lulus atau ada masalah dengan dosen atau pasien ... biasanya saya hadapi dengan tenang dan tersenyum dan itulah yang membuat teman kuliah saya heran karena terlihat bila saya tuh sukacita senantiasa dan tanpa beban pikiran. Pelayanan saya berjalan lancar, saya kadang diminta untuk menjadi pembicara pada persekutuan remaja, di minta membuat renungan, atau menjadi liturgis. Kegiatan sosial saya juga lancar-lancar saja, saya diminta mendukung acara balai pengobatan gratis atau acara-acara pro life movement yang saat ini lagi mulai gencar kami lakukan di bandung. Keluarga saya termasuk yang tidak banyak masalah, setiap masalah yang kami hadapi selalu dihadapi dengan senyum dan tawa biar nggak terlalu menekan (itu kata papa saya).
Bila melihat sekilas kehidupan sehari-hari saya termasuk orang yang berbahagia (tanpa mengesampingkan masalah yang saya hadapi) dan banyak yang ingin belajar bagaimana saya bisa membuat semua itu mungkin. Saya sendiri pernah mengalami masalah-masalah berat dalam studi dan pergaulan saya tapi semuanya berlalu begitu saja dan saya menikmatinya sebagai bagian dari kehidupan saya .... saya menangis bila memang harus menangis ... saya kesal bila memang saya harus kesal ...
Dan kejadian itu datang tiba-tiba, di saat saya merasa tidak banyak masalah serius yang harus saya hadapi. Tiba-tiba saya merasa tertekan dan merasa ada yang kurang dalam diri saya .... saya merasa hilang kendali ... saya merasa kesepian ditengah hiruk pikuk kehidupan saya ... saya malas untuk beraktifitas! saya merasa percuma melakukan apa-apa karena hasilnya selalu kurang memuaskan ... dan mulailah saya mengundurkan diri dari kehidupan rutinitas saya .... saya jarang masuk kampus .... pelayanan di Gereja saya anggap sebagai kewajiban saja dan tidak ada sukacita di dalamnya ... saya menghindari kegiatan yang diadakan oleh pro life movement atau kegiatan sosial lainnya ... di keluarga saya bersikap biasa saja ... tapi di dalam kamar .... saya hanya menangis karena nggak tau dengan apa yang terjadi dalam diri saya .... saya tertekan tapi tidak mengerti bagaimana harus menceritakan masalah sebenarnya ... karena saya bingung dengan apa yang sedang saya hadapi !
Saya tahu kalau saya harus ini dan itu ... langkah apa saja yang harus saya lakukan untuk mengatasi depresi saya ... saya tahu semua teori dan apa yang harus saya perbuat untuk keluar dari depresi saya (dilihat dari ilmu psikologis dan Alkitab) dan Saya tahu kalau Tuhan ada dekat saya ... saya percaya itu tapi saya merasa tidak mampu untuk keluar dari lingkaran setan yang membuat hidup saya merasa hampa dan itu membuat hubungan pribadi saya yang indah bersama Tuhan hilang ... walau saya tahu Dia setia tapi saya merasa tidak setia pada Dia walau saya berdoa dan saat teduh setiap hari! Saya mencoba introspeksi diri ... mencari apa yang saya sesungguhnya menjadi prioritas hidup saya ... dan saya terus mencari solusi .... dan saya semakin terpuruk dengan depresi saya .... saya malas keluar rumah ... dan kalau orang menelepon saya or bertanya ke mana saja selama ini ... saya menjawab saya ada di rumah saja dan ketika ditanya mengapa tidak ke kampus padahal banyak tugas yang harus diselesaikan saya hanya bisa tersenyum dan tidak bisa menjawab ... dan pertanyaan seperti itulah yang membuat saya semakin tertekan dan semakin merasa tidak berguna dan lebih malas lagi ke kampus ... dan itu terjadi selama 2 minggu dan saya benar-benar meninggalkan aktivitas rutin saya ... saya merasa bukan menjadi saya yang sebenarnya tapi untuk kembali sulit dan saya tidak dapat menceritakan masalah ini pada yang lain karena merasa pastilah mereka menganggap masalah itu masalah sepele yaitu soal kemalasan saja ... tapi bagi saya tidaklah semudah itu ...
Saya mulai mengakui kalau saya depresi pada diri saya sendiri dan pada Tuhan!
Suatu malam saya mulai bersaat teduh dan ketika itu saya ingin bernyanyi (satu hal yang jarang saya lakukan bila saat teduh) dan kata-kata dalam lagu itu menceritakan bahwa burung juga Tuhan pelihara dan tangan Tuhan menjagaku dari ujung dunia sampai relung hatiku .... dan kemudian saya menangis dan merasa ada yang dilepaskan .... suatu beban berat yang selama ini saya simpan sendiri ... tanpa seorangpun yang tahu .... dan reff lagu itu yang menyatakan aku berlari pada Tuhan dan pada FirmanNya dan semua itu bukan karena kekuatan kita tapi karena kuasa Roh Kudus .... saya sampai tidak dapat bernyanyi lagi dan saya menangis dan teringat bila air mata yang saya curahkan tidak akan sia-sia karena ditampung oleh Tuhan dan Dia merasakan apa yang saya rasakan ... Dia mengerti apa yang saya tidak mengerti ... dan Dia membebaskan saya! Tuhan berjuang untuk saya .... dalam menghadapi masalah yang menimpa kehidupan jiwa saya ... sampai saat ini saya tidak tahu apakah masalah saya ini telah selesai atau belum tapi saya berusaha untuk melangkah di belakang Tuhan walau berat dan mungkin tertinggal dari Tuhan ... saya mencoba untuk mengerti dan berjalan terus.
Saya mengucap syukur bila masih diberi kesempatan untuk hidup ... saya mengucap syukur karena pernah mengalami depresi yang saya sendiri tidak tahu terjadi karena masalah apa... saya mengucap syukur untuk semua itu karena bila saya tidak mengalaminya mungkin saya tidak akan pernah mengerti perasaan orang yang mengalami hal yang sama seperti saya walaupun dengan kasus masalah yang berbeda....
Saat ini satu yang menjadi pegangan saya .... untuk memikirkan apa yang harus saya lakukan bukan untuk memikirkan apa yang telah saya lakukan ... karena saya sudah tertinggal dari teman-teman saya dalam studi ... tapi saya tau semua ada waktunya .... biarlah semua berlalu ....
Jumat, 20 Januari 2012
Kamis, 19 Januari 2012
Bersyukurlah Senantiasa
Selalu bersyukur? Memangnya gampang? Alih-alih bersyukur, mengeluh senantiasa itulah kebiasaan kita. “Manusia tidak pernah puas,” begitulah yang sering kita dengar.
Benarkah ada banyak hal yang dapat kita syukuri? Selama ini kita cenderung hanya mensyukuri hal-hal yang membuat kita bahagia dan senang. Sementara banyak berkat-berkat “kecil” yang terlewatkan begitu saja, karena kita menganggapnya sebagai yang seharusnya (we take for granted).
Kita dapat mengawali hari kita dengan mengucap syukur atas hari yang baru, atas matahari yang dengan setia terbit tiap pagi. Kalaupun pagi itu hujan, tentunya tidak berkurang syukur kita. Tiba di kantor atau tujuan kita yang lain, kita bersyukur atas perlindunganNYA dalam perjalanan kita. Berjumpa dengan teman-teman, kita merasakan indahnya persahabatan.
Sering kita lupa, betapa beruntungnya kita mempunyai orang tua yang mengasihi kita, yang mencintai kita tanpa syarat, yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita dan berusaha memberikan pendidikan terbaik untuk kita.. Kita mempunyai saudara-saudara yang memperhatikan; tempat berbagi cerita, suka dan duka. Juga ada guru/dosen yang telah membagikan ilmunya kepada kita.
Kalau kita sakit, kita bertanya kepada TUHAN, mengapa kita diberi penyakit? Sedangkan kalau sehat, kita jarang mensyukurinya. Bersyukurlah kepada TUHAN karena organ-organ dalam tubuh kita bekerja dengan baik tanpa kita perintah. Panca indera kita membantu kita untuk melihat, merasakan, mendengar dan mencium indahnya ciptaan TUHAN (yang hanya kadang-kadang kita syukuri).
Kita sering mengeluh pekerjaan kita membosankan, gajinya kecil padahal tanggung jawabnya besar, atasan kita menyebalkan, dst, dst. Kita lupa bahwa masih banyak saudara kita yang menganggur di luar sana. Kita membuang-buang makanan (karena mengambil terlalu banyak, tidak disimpan dengan baik sehingga menjadi rusak/busuk, dsb) sementara beribu-ribu orang di negeri ini tidak mampu makan dengan layak. Kita merasa iri dengan tetangga atau teman kita karena rumah mereka lebih bagus dan nyaman dibandingkan rumah kita dan tidak bersyukur bahwa kita punya tempat untuk beristirahat dengan nyaman setelah beraktivitas seharian. Sebagai orang Katholik kita sering tidak menyadari bahwa melalui pembaptisan kita telah diangkat sebagai Anak Allah, telah diselamatkan oleh wafat Kristus di kayu salib. Menerima kehadiran Kristus sendiri dalam Sakramen Maha Kudus pun, begitu-begitu saja, nothing special. Makan roti biasa saja tanpa penghayatan bahwa Kristus benar-benar hadir dalam diri kita. Sakramen Pengakuan Dosa juga cuma sekedar rutinitas saja menjelang hari raya Natal dan Paskah.
Jadi mengapa kita harus bersyukur? Apa untungnya? Karena dengan bersyukur kita menyadari sungguh besar kasih Allah kepada kita. Dengan demikian kita dapat semakin merasa dekat denganNYA, dapat berbagi beban denganNYA (bdk Mat 11:28). Dengan bersyukur berarti kita menerima semua hal yang kita syukuri tersebut. Penerimaan kita ini merupakan salah satu cara kita untuk membalas kasih Allah. Dengan penerimaan ini pula, kita dapat beroleh damaiNYA. Dengan menerima peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi “membuang-buang energi” untuk menyalahkan orang lain (bahkan TUHAN), iri atas kebahagiaan orang lain, membuat rencana buruk terhadap orang lain, dsb yang malah membuat kita tidak tenang.
Sebelum menyudahi tulisan ini, saya ingin mensharingkan bacaan berikut.
God\'s Boxes
I have in my hands two boxes which God gave me to hold. He said, "Put all your sorrows in the black box, and all your joys in the gold." I heeded His words, and in the two boxes, both my joys and sorrows I stored.
But though the gold became heavier each day, the black was as light as before. With curiosity, I opened the black, I wanted to find out why, and I saw, in the base of the box, a hole, which my sorrows had fallen out by. "I wonder where my sorrows could be." He smiled a gentle smile and said, "My child, they\'re all here with me."
I asked God, why He gave me the boxes, why the gold, and the black with the hole? "My child, the gold is for you to count your blessings, the black is for you to let go." So, let us start learning to count our blessings (and let go all the bitterness in our life).
Benarkah ada banyak hal yang dapat kita syukuri? Selama ini kita cenderung hanya mensyukuri hal-hal yang membuat kita bahagia dan senang. Sementara banyak berkat-berkat “kecil” yang terlewatkan begitu saja, karena kita menganggapnya sebagai yang seharusnya (we take for granted).
Kita dapat mengawali hari kita dengan mengucap syukur atas hari yang baru, atas matahari yang dengan setia terbit tiap pagi. Kalaupun pagi itu hujan, tentunya tidak berkurang syukur kita. Tiba di kantor atau tujuan kita yang lain, kita bersyukur atas perlindunganNYA dalam perjalanan kita. Berjumpa dengan teman-teman, kita merasakan indahnya persahabatan.
Sering kita lupa, betapa beruntungnya kita mempunyai orang tua yang mengasihi kita, yang mencintai kita tanpa syarat, yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita dan berusaha memberikan pendidikan terbaik untuk kita.. Kita mempunyai saudara-saudara yang memperhatikan; tempat berbagi cerita, suka dan duka. Juga ada guru/dosen yang telah membagikan ilmunya kepada kita.
Kalau kita sakit, kita bertanya kepada TUHAN, mengapa kita diberi penyakit? Sedangkan kalau sehat, kita jarang mensyukurinya. Bersyukurlah kepada TUHAN karena organ-organ dalam tubuh kita bekerja dengan baik tanpa kita perintah. Panca indera kita membantu kita untuk melihat, merasakan, mendengar dan mencium indahnya ciptaan TUHAN (yang hanya kadang-kadang kita syukuri).
Kita sering mengeluh pekerjaan kita membosankan, gajinya kecil padahal tanggung jawabnya besar, atasan kita menyebalkan, dst, dst. Kita lupa bahwa masih banyak saudara kita yang menganggur di luar sana. Kita membuang-buang makanan (karena mengambil terlalu banyak, tidak disimpan dengan baik sehingga menjadi rusak/busuk, dsb) sementara beribu-ribu orang di negeri ini tidak mampu makan dengan layak. Kita merasa iri dengan tetangga atau teman kita karena rumah mereka lebih bagus dan nyaman dibandingkan rumah kita dan tidak bersyukur bahwa kita punya tempat untuk beristirahat dengan nyaman setelah beraktivitas seharian. Sebagai orang Katholik kita sering tidak menyadari bahwa melalui pembaptisan kita telah diangkat sebagai Anak Allah, telah diselamatkan oleh wafat Kristus di kayu salib. Menerima kehadiran Kristus sendiri dalam Sakramen Maha Kudus pun, begitu-begitu saja, nothing special. Makan roti biasa saja tanpa penghayatan bahwa Kristus benar-benar hadir dalam diri kita. Sakramen Pengakuan Dosa juga cuma sekedar rutinitas saja menjelang hari raya Natal dan Paskah.
Jadi mengapa kita harus bersyukur? Apa untungnya? Karena dengan bersyukur kita menyadari sungguh besar kasih Allah kepada kita. Dengan demikian kita dapat semakin merasa dekat denganNYA, dapat berbagi beban denganNYA (bdk Mat 11:28). Dengan bersyukur berarti kita menerima semua hal yang kita syukuri tersebut. Penerimaan kita ini merupakan salah satu cara kita untuk membalas kasih Allah. Dengan penerimaan ini pula, kita dapat beroleh damaiNYA. Dengan menerima peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, kita tidak lagi “membuang-buang energi” untuk menyalahkan orang lain (bahkan TUHAN), iri atas kebahagiaan orang lain, membuat rencana buruk terhadap orang lain, dsb yang malah membuat kita tidak tenang.
Sebelum menyudahi tulisan ini, saya ingin mensharingkan bacaan berikut.
God\'s Boxes
I have in my hands two boxes which God gave me to hold. He said, "Put all your sorrows in the black box, and all your joys in the gold." I heeded His words, and in the two boxes, both my joys and sorrows I stored.
But though the gold became heavier each day, the black was as light as before. With curiosity, I opened the black, I wanted to find out why, and I saw, in the base of the box, a hole, which my sorrows had fallen out by. "I wonder where my sorrows could be." He smiled a gentle smile and said, "My child, they\'re all here with me."
I asked God, why He gave me the boxes, why the gold, and the black with the hole? "My child, the gold is for you to count your blessings, the black is for you to let go." So, let us start learning to count our blessings (and let go all the bitterness in our life).
Langganan:
Postingan (Atom)